Celoteh Sebutir Pasir
Pasirpun enggan berbalik
Pada ombak yang menghempaskannya
Dengan angin dan terik
Bahkan tak dengan dermaga
Akulah yang terlupakan
Dimainkan dan dicampakan
Tak kau bela
Meski kau tahu adanya
Akulah sang sengsara
Disepaknya dan dicibirnya
Padahal aku disini diam
Tak berucap dengan tikam
Adipatipun menghunus pedang
Pusakan sangkakala
Kini mereka beradu cinta
Pada selaput terobek dusta
Batang, 24 Sept 2015
Keluhku
Keluhku
Akulah ajang silaturrahmimu
Dengan peluh dan tangis dipelupukmu
Saat badai bagi bahari
Dengan peluh dan tangis dipelupukmu
Saat badai bagi bahari
Kau terseok-seok berlari
Kini...
Kakiku telah ku ganti beton
Kepala ini bak mercusuar
Agar kau dapat mendengar
Bait-bait dzikir dan serat kesalahan
Tapi...
Kakiku semakin kelu
Kepalaku tak lagi tegak
Saat satu bocah tengah tersedu
Sedang bocah lain tengah merangkak
Menjemput hal yang bukan haknya
Lumpur kering yang dulu kupijak
Mulai terguyur rintik kesedihan
Perlahan basah jua
Menenggelamkanku dalam teror
Semarang, 21 September 2015
Ladangku
Diapun mulai menguning
Ketika kabut terkepung angin
Menunggu dengan harap
Pada air kehidupan
Diapun mulai kering
Ketika terik menyengat kulit
Hingga peluh mengucur badan
Pada air kehidupan
Diapun tak terjamah
Tangan ulet sang empunya
Hingga musuh mulai meraba
Menjadikan hitam jua
Diapun tak diingat
Oleh pemegang setianya
Hingga merunduk dalam lesu
Pada air kehidupan
Batang, 26 September 2015
Resonansi Sunyi
Karya Iza Faza
Aspal hitam di pertigaan jalan
Terdiam berabad-abad
Menanti dan bertahan
Dari tangan tak beradab
Terdiam berabad-abad
Menanti dan bertahan
Dari tangan tak beradab
Walau tamparan angin
Menghujam sampai ke bumi
Meski terinjak hujan
Dengan berjuta resonansi
Hanya diam
Tak bergeming
Tak pula retak
Meski terjamah menyakitkan
Tapi
Ketika terlupakan
Itu luka
Tetap diam
Bertahan untuk seulas senyuman
Teruntuk matahari malam
Yang kelak dia banggakan
Semarang, 5 Oktober 2015




Tidak ada komentar:
Posting Komentar